JAKARTA — Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, bersama Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bekasi melakukan penandatanganan Nota Kesepakatan Sinergi Perencanaan, Pembangunan, dan Pengelolaan Perikanan Budidaya dalam rangka mendukung Program Revitalisasi Tambak Pantai Utara (Pantura) Jawa dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Penandatanganan juga dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur Jawa Barat, Direktorat Jenderal Perikanan, dan pemerintah daerah di Jawa Barat. Berlangsung di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Jakarta, Rabu (25/6).
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya konkret pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk memperkuat sektor perikanan budidaya nasional, sekaligus menjawab tantangan keberlanjutan dan produktivitas tambak di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Program revitalisasi ini dirancang untuk menjangkau luas lahan tambak sekitar 20.413,25 hektar yang tersebar di sepanjang wilayah Pantura Jawa Barat.
Dalam keterangannya usai kegiatan penandatanganan, Bupati Ade menyambut baik kolaborasi lintas pemerintahan ini. Pemerintah Kabupaten Bekasi akan berkomitmen penuh dalam mendukung agenda strategis nasional tersebut, khususnya dalam bidang pengelolaan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
“Kami menyambut baik nota kesepakatan ini. Revitalisasi tambak Pantura adalah program penting yang akan memberikan dampak langsung kepada masyarakat pesisir. Kabupaten Bekasi sebagai salah satu wilayah dengan garis pantai yang luas di bagian utara Jawa Barat tentu memiliki potensi luar biasa yang bisa dikembangkan bersama,” ujar Bupati Ade.
Lebih lanjut, Bupati menyampaikan bahwa Kabupaten Bekasi memiliki kawasan perairan laut dan tambak yang sangat potensial untuk pengembangan perikanan budidaya. Dengan dukungan teknologi, pembiayaan, serta tata kelola yang lebih baik melalui program ini, diharapkan masyarakat pesisir akan memperoleh manfaat ekonomi yang nyata dan berkelanjutan.
“Kami siap mengikuti arahan dan kebijakan dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian KKP, dalam mendukung revitalisasi sektor perikanan. Kami optimistis bahwa keberhasilan program ini nantinya akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir dan meningkatkan kesejahteraan nelayan serta pembudidaya ikan lokal,” tambahnya.
Program revitalisasi tambak Pantura dirancang tidak hanya dari aspek fisik dan infrastruktur tambak, tetapi juga meliputi perbaikan sistem manajemen, integrasi dengan rantai pasok industri perikanan, serta pelatihan dan pemberdayaan masyarakat pembudidaya.
Dengan penandatanganan nota kesepakatan ini, Pemerintah Kabupaten Bekasi menegaskan posisinya sebagai mitra aktif dalam upaya nasional menuju pembangunan kelautan dan perikanan yang tangguh dan inklusif.
Ke depan, ia berharap masyarakat pesisir Kabupaten Bekasi dapat merasakan langsung manfaat dari pembangunan berbasis sumber daya laut yang berkelanjutan dan berdampak luas terhadap peningkatan kualitas hidup mereka.
“Dengan pendekatan menyeluruh ini, revitalisasi tambak akan mendorong transformasi sektor perikanan ke arah yang lebih modern, efisien, dan ramah lingkungan.” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa program Revitalisasi Tambak Pantai Utara merupakan langkah nyata pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, memperluas kontribusi ekonomi biru, serta membuka peluang kerja baru di sektor kelautan dan perikanan budidaya.
“Program ini adalah prioritas nasional. Revitalisasi tambak bukan hanya menyentuh aspek produksi, tetapi juga pengelolaan lingkungan dan pembangunan ekonomi berbasis masyarakat pesisir. Ini langkah konkret untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ujar Menteri Sakti.
Pada tahap pertama revitalisasi pembangunan fisik akan dimulai pada tahun 2025 dan konstruksi revitalisasi tambak akan dimulai secara bertahap pada 2026. KKP akan mengembangkan lahan tambak seluas total 20.413,25 hektar, tersebar di empat kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu. Melalui skema Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), lahan yang dikelola akan difokuskan untuk budidaya komoditas unggulan dan penguatan sistem perikanan yang berkelanjutan.
Kabupaten Bekasi menjadi salah satu daerah dengan porsi lahan terbesar dalam program ini, yakni seluas 8.188,49 hektar. Lokasi lahan tersebut tersebar di empat kecamatan, yaitu Babelan, Cabangbungin, Muaragembong, dan Tarumajaya, yang selama ini dikenal sebagai kawasan pesisir strategis dengan potensi perikanan budidaya yang melimpah namun belum tergarap secara optimal.
“Kami menargetkan pembangunan tambak modern dengan konsep tata ruang terpadu. Ada zona budi daya, zona pendukung, serta zona penghijauan untuk menjamin keberlanjutan ekosistem.” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya pemulihan ekosistem Pantura secara menyeluruh, Gubernur Jawa Barat, Dedy Mulyadi, mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melibatkan TNI AL untuk menjaga bantaran sungai pasca proses revitalisasi dilakukan.
Hal ini guna mencegah kembali maraknya pemanfaatan sungai secara tidak bertanggung jawab dan untuk memastikan keberlangsungan hasil pembangunan.
Langkah ini akan didahului dengan proses pembongkaran rumah-rumah yang saat ini berdiri di sepanjang bantaran sungai di berbagai daerah di Jawa Barat. Rumah-rumah yang dinilai ilegal dan berpotensi merusak ekosistem akan diganti dengan ruang hijau berupa deretan pohon kelapa sebagai bagian dari pendekatan berbasis alam (nature-based solution).
“Sungai-sungai kita sudah kehilangan wajah aslinya. Rumah dibangun di atasnya, limbah rumah tangga dan industri dibuang ke dalamnya. Maka, tugas kita bukan hanya membersihkan, tapi juga mengembalikan marwah laut dan sungai sebagai pusat kehidupan dan keindahan,” tegas Gubernur Jabar.
Lebih jauh, Gubernur Jabar menyinggung pergeseran nilai dalam masyarakat yang cenderung menganggap laut dan sungai sebagai bagian yang kurang penting dibandingkan daratan. Pandangan ini menjadi salah satu akar dari rusaknya kawasan pesisir, sungai, dan tambak.
Ia menyampaikan bahwa revitalisasi Pantura harus menjadi momentum perubahan pola pikir masyarakat, dari yang eksploitatif menjadi ekologis. Untuk itu, pendidikan masyarakat, kampanye lingkungan, hingga peran aktif tokoh masyarakat, perlu didorong secara paralel dengan pembangunan fisik.
“Selama ini laut dianggap halaman belakang, bahkan tempat buangan. Padahal dari situlah kehidupan kita berasal. Kita tidak bisa lagi membiarkan cara pandang seperti itu terus berlangsung.” ujarnya.
Repoter: RSM
Editor: IND